Sunday, December 18, 2011

this is our band :)


Namaku Agil Perdana Sinaga. Aku adalah murid baru di salah satu SMA terfavorit di kota Surabaya. Perjuanganku untuk di terima di sekolah ini tidak mudah. Aku harus tidak tidur berhari – hari untuk dapat diterima di SMA ini. Saat pengumuman penerimaan siswa baru, hatiku serasa berdetak sangat kencang. Dag.. Dig.. Dugg.. Bunyi jantungku. Tapi ternyata, namaku terpampang di tempat yang aku inginkan. Aku adalah salah satu anak yang beruntung yang dapat diterima di SMA Harapan Bangsa. Salah satu SMA terfavorit di kota Surabaya.
Seminggu telah aku lewati semenjak pengumuman penerimaan siswa baru. Sekarang sampailah pada hari yang aku tunggu – tunggu, hari pertamaku masuk SMA. Pagi – pagi aku bergegas untuk bersiap berangkat sekolah. Dalam hati aku berkata, “ Semangat!!! Guru baru, sekolah baru, teman baru, suasana baru, dan yang pasti cari cewek baru donk!”
Aku juga tak lupa untuk meminta izin pada kedua orang tuaku, terutama kepada ibuku tercinta. “Hati – hati di jalan ya sayang! Semoga hari pertamamu disekolah menyenangkan,” ucap ibuku saat aku mencium tangannya.
“Amin,” balasku sambil tersenyum.
“ Hati – hati di jalan! Belajar yang benar!” kata ayahku saat aku berpamitan pada beliau.
Setelah mencium kedua tangan orang tuaku, aku bergegas berangkat ke sekolah. Hari – hari yang menyenangkan masa SMA telah menungguku.Sesampainya di sekolah, aku bertemu banyak teman baruku.
Pada hari pertama hingga hari ketiga sekolah, aku harus mengalami apa yang namanya Masa Orientasi siswa atau yang biasa di kenal dengan sebutan MOS. Pada saat kegiatan MOS ini para anggota Osis memperkenalkan bagian – bagian dari sekolah ini. Mereka juga memberitahukan letak ruang – ruang yang ada di sekolah ini dan mengajak kami berkeliling sekolah.Pada waktu masa ini kami para murid baru di bagi menjadi 9 kelas. Masing – masing dari setiap kelas berisikan 30 orang. Anak – anak yang berada satu kelas denganku itulah yang akan menjadi temanku satu kelas selama satu tahun ke depan ini, dan begitu pula di kelas – kelas lainnya.
Aku ditetapkan masuk di kelas X – 4. Sesampainya aku di kelas baruku aku tak melihat seorang pun teman SMPku berada pada kelas yang sama denganku. Tak lama aku melihat seorang pria masuk ke kelas baruku yang menurutku tidak asing. Aku berpikir keras untuk mengingat siapa pria itu. Tak lama kemudian aku mengingatnya ternyata dia salah seorang temanku saat aku berada di tingkat sekolah dasar.
“Kamu Dimas bukan?” tanyaku.
“Ya, betul. Kamu.. Kamu.. Kamu Agil kan?” jawab pria itu, setelah berpikir keras untuk mengingat siapa diriku.
“Yap. That’s right,” jawabku. “Lama ya kita gag ketemu?” lanjutku.
“Ya, lama sekali. Kamu apa kabar?” tanya Dimas.
“Baik kogg. Kamu?”tanyaku.
“Baik juga. Kamu mau duduk mana?” balas Dimas.
“Aku gag tau mau duduk mana. Di kelas ini aku gak kenal siapapun kecuali kamu,”jawabku sambil melihat ke sekelilingku.
“Kalo gitu, duduk bareng aku aja,” bujuk Dimas.
“Emang boleh?” tanyaku.
“ya boleh lah, emang siapa yang gak ngijinin?” jawab Dimas.
“Ya kirain ...... ” Dimas hanya menatapku dan kemudian kami tertawa bersama.
Setelah itu kami bicara panjang lebar tentang pengalaman kami. Kami juga tak lupa untuk bernostalgia mengenang masa – masa kami saat duduk di bangku sekolah dasar. Setelah berbincang lama, kami mendengar bunyi ‘kriuk – kriuk’. Oh tidak ternyata bunyi itu berasal dari perutku. Aku baru sadar, ternyata aku belum sarapan. Aku pun mengajak Dimas ke kantin sekolah untuk membeli makanan.Sesampainya di kantin. Bruuk.. Aku tak sengaja menabrak salah satu murid baru di sekolah ini. Aku langsung meminta maaf padanya, tapi aku tak tau siapa namanya. Kemudian kami berkenalan.
“Aduh, maaf ya!! Aku gak sengaja. Kamu gag papa?” tanyaku pada lelaki yang kutabrak tadi.
“Ach, aku gag papa kog! Tenang aja, gag usah khawatir,” balasnya.
“Aku benar – benar minta maaf ya! Aku bener – bener gag liat tadi. Nama kalian siapa?” tanyaku.
“Iya, aku gag papa kogg. Namaku Rendi ini temenku namanya Mario. Nama kalian siapa?”tanyanya padaku.
“Aku Agil dan ini temenku Dimas,” jawabku.
“Hai. Aku Dimas,” kata Dimas sambil mengulurkan tangan pada Rendi.
“Aku Rendi. Kalian murid baru ya? Kelas mana?” tanya Rendi sambil menjabat tangan Dimas.
“yoi, kami anak baru di sini. Kami dari kelas X-4, kalian juga murid baru?” tanyaku pada Rendi dan Mario.
“Waw, kalo gitu kita sekelas donk! Kita kelas X-4 juga,” balas Mario.
Sungguh ajaib pertemuanku dengan Dimas, Rendi, dan Mario. Setelah kejadian itu kami menjadi sahabat yang sangat akrab. Kami saling membantu antara satu dengan yang lain.
Hari demi hari pun telah kita lalui bersama. Pada hari Senin kami mendapat tugas kelompok dari guru kami, yang setiap anggota kelompoknya berjumlah 4 orang. Kami membentuk kelompok itu dan berencana mengerjakannya di rumahku sepulang sekolah nanti. Setelah bel berbunyi.. Kriiing.. Kami pun bergegas ke rumahku. Sesampainya di rumah aku mempersilahkan sahabat – sahabatku untuk masuk kerumahku. Saat aku membuatkan minuman untuk mereka, ternyata Mario, Rendi dan Dimas sedang melihat – lihat piala yang berhasil aku dapatkan sebagai piala kemenangan.
“Piala siapa ini, Gil?” tanya Mario.
“Oh itu, itu pialaku saat aku duduk di bangku SMP,” jawabku.
“Juara 1 lomba drum se kabupaten, Juara 2 se provinsi. Ini beneran pialamu, Gil?” tanya Rendi tak yakin.
“Ya ampuun, kogg gag percaya se? Itu tu beneran pialaku,” tegasku.
“Kalo itu beneran pialamu... berarti kamu pinter main drum donk?”tanya Dimas.
“Gag pinter – pinter amat se. Masih banyak yang jauh lebih bagus mainnya daripada aku,” jawabku.
“Oh sok – sok merendahkan diri. Hahaha..” ejek Dimas.
Aku hanya tersenyum simpul mendengar ejekan Dimas. Lalu kami bercanda dan tertawa bersama – sama. Tiba – tiba Rendi mempunyai ide untuk membentuk sebuah band.
“Gimana kalo kita bikin band aja? Secara gitu Agil kan pinter main drum, sampe dia menang perlombaan gitu,”usul Rendi.
“Hmmmm...  Oke juga kayaknya kalo kita coba, bener gag?” tanya Mario.
“Iya, boleh – boleh,” jawabku.
“Okelah kalo begbegbegitu,” jawab Dimas.
“Sebentar.. drumernya kan ada, trus gitaris, bassis, ma vokalisnya siapa?” tanya Dimas.
“Kalo bassis ma keyboardisnya mah kita udah punya. Tinggal gitaris ma vokal,” ungkap Rendi.
“Emang bassis ma keyboardisnya sapa? Gitarisnya kenapa gag kamu aja Ren?” tanya Dimas.
“Kalo bassis ma keyboardis kita punya Mario. Oke banget dagh, kalo Mario yang maen. Aku?” jelas Rendi.
“Iya bener. Kamu aja Ren! Kamu kan pinter main gitar. Oh ternyata Mario pinter main bass ma keyboard ya. Kenapa gag mau ngajuin diri?” tanyaku.
“Iya Rendi aja gitarisnya. Bukannya gag mau ngajuin diri, tapi belum bilang Rendi dagh bilang duluan,” jelas Mario.
“Okelah kalo kalian maksa aku. Berarti yang jadi vokalisnya ya...” jawab Rendi.
“Ya... Dimas,” jawabku, Mario dan Rendi kompak.
Kami pun membentuk sebuah band dengan personil aku sebagai drumer, Mario sebagai bassis dan keyboardis, Rendi sebagai gitaris dan Dimas sebagai vokalis. Band kami, kami beri nama “Mahameru band”. Meskipun kami telah membentuk sebuah band tapi kami masih bingung akan mengikuti genre musik apa.
“Trus, kita pake genre musik apa?” tanyaku.
“Gimana kalo genre musik kita dangdut. Kan oke tuch,” usul Mario.
“Idich, genre apaan tu!! Kita hidup udah di kota super gaul, tapi genre musik kog dangdut. Kampungan amat sich lo!” ejek Dimas.
“Ya biarin. Aku kan cinta tanah air Indonesia. Emang ada ya undang – undang gag boleh suka dangdut?” tanya Mario dengan nada tinggi.
“Tapi kan dangdut itu kampungan. Ndeso! So, kalo kamu suka dangdut berarti kamu itu NDESO!” jelas Dimas dengan nada tinggi.
“Jadi lo bilang dangdut itu kampungan hah? Lo berarti gag cinta tanah air  Indonesia donk! Lo anak lahir dimana sich? Di Amerika? Eropa?” tegas Mario.
“Ya guwe lahir di Indonesia lah!! Masak di Eropa. Tapi sekarang nie kan udah zaman globalisasi, ya genre musiknya pop lah, masak dangdut. Please dech, O!!” jelas Dimas
Mario dan Dimas tetap berdebat tentang genre musik yang akan band kami ikuti. Mario pun benar – benar marah dan akhirnya ia pun pulang dengan suasana tegang.
Keesokan harinya aku dan Rendi berusaha mendamaikan Mario dan Dimas. Kami memberikan solusi yang tidak menjatuhkan genre dangdut maupun genre musik pop.
“Udahlah kalian ni, kayak anak kecil aja! Cuman masalah genre musik aja sampe marah besar gini,” protesku.
“Gil, please dech! Kamu tu juga ngerasa yang sama kan sama kayak aku. Kalo lagu dangdut kamu tu gag bisa nunjukin keterampilanmu, Gil! Tapi kalo pop kamu tu bisa nunjukin keterampilan kamu,” jelas Dimas.
“Tu kan dia malah ngompori Agil,” celah Mario.
“Emang kenyataannya gitu kan, O! Emang kamu aja yang ndeso,” balas Dimas.
“Udah! Udah! Sekarang gini aja deh. Gimana kalo genre band kita POP-DUT? Ada yang mau protes?” usul Rendi.
“Aku setuju, Ren! Kalo pop-dut itu gag njatuhin genre yang diminta Mario tapi juga gag njatuhin genre yang diminta Dimas. Mendingan kita vote aja gimana?” tanyaku.
“Aku popdut,” jawab Rendi.
“Aku tetep pop,” jawab Dimas.
“Aku tetep Dangdut,” jawab Mario.
“Oke kalo gitu. Dangdut 1, pop 1, popdutnya 2. jadi yang menang popdut ya. So, yang di usung band kita popdut. Ada yang mau protes?” tawarku.
“Gag da, Gil. Jadi kalo gitu kita udah adil genrenya popdut,” jelas Rendi.
Masalahpun telah terselesaikan. Tiga hari telah berlalu setelah kejadian itu. Keadaan kembali tenang seperti sebelum terjadi kejadian kemarin. Tak lama kemudian Rendi membawa brosur tentang perlombaan band yang akan dilaksanakan satu minggu kemudian. Kami sepakat akan mengikuti perlombaan band itu.
Kami berlatih dengan tekun dan giat. Bila ada yang belum kami mengerti, kami menanyakannya pada guru seni musik kami. Guru musik kami bersedia membantu dan memberi dukungan penuh kepada kami untuk mengikuti perlombaan band itu.
Satu minggu pun telah berlalu. Hari ini adalah hari perlombaannya. Kami merasa yakin akan mengikuti perlombaan itu dan akan memenangkannya. Kami membawakan lagu dari Ungu berjudul Hampa Hatiku.
Pada saat detik – detik pengumuman jantung kami seperti mau meledak. Dag.. Dig.. Dug.. Bunyi jantung kami kompak.
“Dan pemenang kita kali ini adalah...” kata pembawa acara perlombaan band.
Pembawa acara membuat jantung kami berdetak semakin kencang.
“ Mahameru Band! Bagi para personil Mahameru Band silahkan naik ke atas panggung!” ucap pembawa acara perlombaan band itu.
“Hiaaaa...” teriak kami kompak.
“Selamat ya!” ucap guru seni musik kami.
Kami pun naik ke atas panggung dan menerima piala beserta sejumlah uang yang di tujukan kepada band pemenang. Meskipun band kami baru berusia dua minggu, kami telah berhasil memenangkan lomba band pertama kami. Ini merupakan pengalaman pertama bagi kami. Kami sangat senang telah memenangkan perlombaan ini. Kami akan terus berlatih dengan giat agar bisa mendapatkan prestasi lainnya.


baru nemuin cerpen ini, haha. karya smp reeek :)))

Thursday, December 8, 2011

A-P-A-T-I-S ?

jujur ae, sek penasaran sama artinya A-P-A-T-I-S -____-
browsing gak ada yang ngenak
efek keseringen denger kata-kata apatis --"
gak ikut acara dikit aja pasti dibilangnya apatis -____-
benernya yang bilang apatis itu tau artinya apatis sendiri apa nggak se --a
apatis .... apatis .... -___-

apatis (adj): acuh tidak acuh; tidak peduli; masa bodoh

terserahlah ya, cuman mau ngingetin aja belum tentu yang kamu bilang apatis itu emang beneran apatis, bisa aja aslinya dia care cuman waktu itu dia emang ada sesuatu yang harus lebih penting. kan udah diajarin skala prioritas.

DO'A SMALAPALA

Tuhanku,


Bentuklah warga SMALAPALA menjadi manusia yang cukup berani


Untuk menyadari kelemahannya

Dan berani menghadapi dirinya sendiri manakala dia takut.

Manusia yang tetap teguh dalam kekalahan,

Tetapi jujur, rendah hati, serta berbudi halus dalam kemenangan.

Bentuklah warga SMALAPALA menjadi manusia

Yang cita-citanya tak pernah padam

Dan sanggup mewujudkannya dalam tindakan

Warga SMALAPALA yang insyaf bahwa mengenal dirinya adalah landasan ilmu pengetahuan

Tuhanku,

Kami mohon supaya warga SMALAPALA tidak tumbuh di atas jalan yang mudah dan lunak,

Tapi tumbuh dan Kau pimpin dalam desakan dan tantangan,

Agar mereka dapat berdiri kokoh di tengah badai

Warga SMALAPALA yang sanggup memenangkan hari depan,

Dan tidak lupa belajar dari masa lampau.

Dan setelah semua menjadi miliknya,

Kami masih memohon supaya warga SMALAPALA diberi perasaan jenaka

Agar mereka dapat bersungguh-sungguh tanpa terlampau bersungguh-sungguh

Karuniailah mereka kerendahan hati dan bimbinglah mereka agar selalu ingat akan Engkau,

Sebagai sumber kesederhanaan dan keagungan yang asli Sebagai sumber kearifan dan kekuatan yang asli

Dengan demikian maka aku, dapat memberanikan diri untuk berbisik :

“Hidupku tidaklah sia-sia menjadi warga SMALAPALA”

apatis itu apa sih?